Tambang Selesai, Luka Ditinggalkan, Reklamasi Hanya Janji di Atas Kertas
Samarinda, 13 November 2025 Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kalimantan Timur mendesak Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur untuk segera menetapkan PT Kencana Wilsa sebagai tersangka atas kejahatan lingkungan yang ditimbulkan dari kegagalan melakukan reklamasi dan pasca tambang di Kabupaten Kutai Barat (Kubar). Perusahaan tambang batu bara yang izinnya diterbitkan oleh mantan Bupati Kutai Barat Ismail Thomas ini telah meninggalkan lubang tambang terbuka, merusak lanskap, dan mengabaikan kewajiban hukum untuk memulihkan lingkungan. Fakta di lapangan menunjukkan, 3 lubang-lubang eks tambang dibiarkan menganga tanpa penutupan, tanpa reklamasi, dan tanpa tanggung jawab sosial terhadap warga sekitar.
Kegagalan PT Kencana Wilsa melakukan reklamasi bukan sekadar pelanggaran administratif, melainkan kejahatan lingkungan hidup yang nyata. Setiap lubang tambang yang dibiarkan tanpa reklamasi adalah bom waktu ekologis dan sosial sumber pencemaran air, ancaman keselamatan warga, dan simbol nyata lemahnya penegakan hukum di sektor pertambangan. JATAM Kaltim mencatat, praktik serupa terjadi di banyak wilayah Kalimantan Timur. Namun dalam kasus Kencana Wilsa, jejak kebijakan dan relasi kuasa politik sangat kental. Izin yang diterbitkan saat Ismail Thomas menjabat Bupati Kubar menjadi bukti bagaimana kekuasaan lokal digunakan untuk memperluas bisnis ekstraktif tanpa memperhitungkan keselamatan lingkungan dan kehidupan masyarakat.
Berangkat dari warisan daya rusak tersebut, pada 19 Juni 2025 lalu, warga kampung Gleo Asa bersama JATAM Kaltim berangkat ke kantor Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur untuk melaporkan dugaan tindak pidana tidak direklamasinya lubang bekas galian tambang milik PT. Kencana Wilsa yang terletak di Kutai Barat. Setelah habis masa izinnya pada 21 Desember 2023 yang lalu.
Berdasarkan analisis geospasial Jatam Kaltim, perkiraan luas bukaan lahan yang ditinggalkan oleh PT. Kencana Wilsa 37,5 ha serta tiga lubang seluas 6,4 hektar atau setara dengan 12 kali lapangan sepak bola, daya rusak dari lubang yang ditinggalkan tersebut juga mengancam sumber mata air warga, berpotensi menyebabkan longsor dan menghilangkan fungsi ekologis di wilayah tersebut.
Warga Gleo Asa dan Jatam Kaltim melaporkan PT. Kencana Wilsa atas dugaan tindak pidana tidak melaksanakan reklamasi yang diatur dalam Pasal 161B ayat (1) UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba. Pasal 161B ayat (1) menyebutkan;
“Setiap orang yang IUP atau IUPK dicabut atau berakhir dan tidak melaksanakan: a. Reklamasi dan/atau Pascatambang; dan/ataub. penempatan dana jaminan Reklamasi dan/atau dana jaminan Pascatambang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.0O0,0O (seratus miliar rupiah)".
Sesuai Pasal 21 PP 78/2010 tentang reklamasi dan pascatambang, kewajiban reklamasi harusnya dilakukan oleh perusahaan dalam jangka waktu paling lambat 30 hari sejak tidak ada aktivitas pertambangan di lahan terganggu. Mengingat PT. Kencana Wilsa sudah berakhir izinnya sejak 21 Desember 2023, maka seharusnya PT. Kencana Wilsa sudah melakukan reklamasi. Namun sebaliknya, lubang tersebut ditinggal begitu saja tanpa ada perlakuan apapun. Dengan demikian, unsur pidana yang tercantum dalam Pasal 161B ayat (1) UU 3/2020 terpenuhi untuk menjerat Kencana Wilsa ke ranah hukum.
Sayangnya, peristiwa pidana yang telah terang terjadi itu hingga kini belum ada laporan perkembangan resmi yang dikeluarkan oleh Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur. Sejak 19 Juni 2025, pihak Kejati hanya memanggil warga untuk memberikan keterangan lanjutan dan bahkan sudah meminta titik koordinat lokasi lubang tambang yang ditinggalkan. Ketika di follow up terkait perkembangan kasus, pihak Kejati selalu menyampaikan akan melakukan ekspose kasus yang hingga kini pun belum dilakukan. Padahal, lubang bekas tambang yan g tidak direklamasi tersebut sewaktu-waktu dapat membahayakan warga baik secara langsung maupun tidak langsung.
Berangkat dari uraian tersebut kami mendasak Kejati Kaltim untuk segera;
Kalimantan Timur tidak boleh terus menjadi ladang eksploitasi tanpa pemulihan. Kasus PT Kencana Wilsa adalah potret buruk dari ekstraktivisme yang rakus, sistem perizinan yang korup, dan penegakan hukum yang tumpul ke atas tapi tajam ke bawah. JATAM Kaltim menyerukan “Adili PT Kencana Wilsa! Tegakkan keadilan ekologis untuk Kutai Barat!”
Narahubung:
Alfian +62 812-5080-4134
Mustari Sihombing +62 821-6989-8541