(Samarinda, 3 Juli 2025) Sudah 14 hari setelah peristiwa dugaan semburan gas mengandung api dari sumur Pertamina di Kelurahan Jawa, Kecamatan Sanga-sanga, Kutai Kartanegara. Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kalimantan Timur Menemukan PT Pertamina Unit Hulu Sanga Sanga-sanga (PHSS) Bersama Kontraktornya PT. Pertamina Drilling Services Indonesia (PDSI) belum melakukan transparansi dan keterbukaan informasi secara resmi tentang kejadian dan penyebab peristiwa mengerikan ini kepada publik terutama kepada warga terdampak.
JATAM Kaltim mendesak PT. Pertamina Unit Hulu Sanga Sanga-sanga (PHSS) dan kontraktornya PT.PDSI membuka kepada publik, buku rekaman log kegiatan harian beserta rekaman CCTV dari pengeboran di Pertamina sampai dengan saat terjadinya blow out. JATAM Kaltim juga mendesak Dirjen Migas, Kementerian ESDM, Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan dan Inspektur Tambang Minyak dan Gas Bumi untuk membentuk tim independen yang melibatkan masyarakat sipil melakukan penyelidikan dan investigasi menyeluruh penyebab kejadian dan memeriksa tanggung jawab hukum setiap dugaan kelalaian dan kesalahan para pihak terkait.
Pertamina wajib menyampaikan permintaan maaf kepada publik terutama warga terdampak, memulihkan kerusakan lingkungan dan memberikan kompensasi yang layak kepada masyarakat yang terdampak. Pemerintah harus meningkatkan pengawasan yang lebih ketat terhadap operasional pertambangan dan perminyakan untuk mencegah insiden serupa.
Kota Sanga-sanga dan kelurahan jawa yang dikenal sebagai kota perjuangan melawan penjajah pada era revolusi kemerdekaan Indonesia dan memiliki situs warisan dunia kuburan guci kuno dari abad ke 17 kini hanya menjadi kota toilet bagi perusahaan minyak, gas bumi dan batubara, warganya di miskinkan, sumber airnya diracuni dengan sengaja.
Insiden dan Temuan JATAM Kaltim di Lapangan
Pada Kamis, 19 Jjuni, 2025 Ppukul 05.00:00 Wita, masyarakat Kelurahan Jawa yang berada di sekitar sumur minyak Pertamina dikejutkan adanya peristiwa semburan gas dan api yang menurut tuturan warga setinggi 12 meter. Semburan yang diduga mengandung zat beracun seperti Hidrogen Sulfida (H2S) dan Polycyclic Hidrokarbon juga diantaranya mengandung metana, etana dan propana.
Menurut kesaksian warga, Suhardi (52 Tahun) dan Istrinya Noordayanti (42 Tahun) semburan gas tersebut tidak hanya menyebabkan bau menyengat, tetapi juga menimbulkan gejala gangguan kesehatan seperti sakit kepala, mual, dan sesak napas pada warga yang terpapar.
Jarak lokasi sumur dengan pemukiman yang berjarak hanya 700 Meter juga memaksa sebagian warga untuk keluar dari rumah dan mengungsi.Ketakutan itu bukan tanpa dasar, karena kejadian ini mengingatkan mereka dengan peristiwa serupa, yang terjadi pada tahun 1988 hingga menyebabkan dua orang meninggal duia akibat menghirup gas beracun kala itu.
Berikut sejumlah daftar temuan JATAM Kaltim yang dihimpun dari lapangan:
1. NIR-TRANSPARANSI, TANPA KETERBUKAAN INFORMASI.
Berdasarkan kesaksian warga hingga saat ini, 14 hari kejadian berlalu, pihak PT. Ppertamina dan kontraktornya yakni PT. PDSI belum memberikan keterangan resmi penyebab semburan (Blow Out) serta seberapa besar kerusakan dan apa dampaknya bagi, warga. Sebaliknya yang justru menormalisasi dan mengecilkan kejadian berbahaya ini, warga menjelaskan dis-informasi atau informasi keliru yang mengecilkan bahaya kejadian ini, dan menyebut kejadian merupakan kejadian yang lumrah terjadi atau disebut sebagai flare pembakaran gas buang yang lazim dan sudah seharusnya sengaja dibakar.
Temuan yang juga terkumpul dari kesaksian Zainur Ridwan dan Hendro (Ketua RT dan Wakil RT 04) adalah tidak pernah ada sosialisasi kegiatan pengeboran oleh PT Pertamina Unit Hulu Sanga Sanga-sanga (PHSS) dan Kontraktor Nya PT. PDSI kepada masyarakat sekitar lokasi. Kejahatan informasi ini juga diikuti tak pernah adanya sosialisasi dokumen dampak lingkungan dan resikonya, tidak ada sosialisasi SOP untuk tanggap darurat, sehingga warga tidak dibekali pengetahuan jika terjadi kondisi darurat seperti saat ini.
2. PERACUNAN BENTANG AIR DAN TANAH.
Hingga saat ini pemeriksaan laboratorium atas kualitas dan kandungan air yang tercemar oleh Puskesmas dan PERUMDA Tirta Mahakam Ranting Sanga-sanga Belum keluar hasilnya, JATAM Kaltim mempertanyakan Standar Operasional Prosedur (SOP) Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara dan PERUMDA Tirta Mahakam atau PDAM Cabang Kutai Kartanegara yang memutuskan tetap mengalirkan air yang menurut kesaksian warga masih berbau, keruh berwarna gelap dan bercampur lumpur yang tetap dialirkan atas alasan sedang diselenggarakannya MTQ di Kecamatan Sanga-sanga, pertanyaannya sejauh mana dan seberapa memadai informasi atas resiko penggunaan air ini pada warga maupun peserta MTQ?, begitu pula jika hasilnya ditemukan terbukti tercemar.
3. MELUASNYA KORBAN.
Peracunan pada bentang air juga diikuti oleh peracunan pada kandungan air tanah bahkan tanah disekitar dan dimana penyebaran komponen dan unsur kimia beracun juga menjalar disekitar pemukiman, termasuk kepada korban terdampak non-manusia, kepada hewan dan ikan di jalur-jalur air dan sungai terdampak di anak-sanak sungai Sanga-sanga. Jika produksi PDAM per-hari mencapai 5 Ribu Kubik air yang setara dengan 800 Tangki air ukuran 5 Ribu liter, maka dapat diperkirakan taksiran volume air tercemar hingga saat ini adalah 20 Ribu Kubik yang dikonsumsi oleh sekitar 3600 pelanggan sambungan PDAM. Celakanya hingga kini tidak ada tanggungjawab oleh pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten kutai kartanegara pada skandal ini, tidak ditemukan upaya Badan-badan lingkungan hidup setempat untuk melakukan pengambilan sampel dan pengecekan kondisi udara, air dan lingkungan di lokasi kejadian.
4. PERACUNAN PADA UDARA.
Gejala peracunan udara melalui keluhan yang dikumpulkan JATAM Kaltim dari pengaduan warga juga menunjukkan perlunya pemeriksaan udara ambien selama 24 jam (ambien atmosphere monitoring) di wilayah padat huni yang terdekat/terdampak, dari kesaksian warga terdapat tidak kurang lima rukun tetangga (RT) mulai dari RT 04, 05, 08, 06 dan 02 yang terdampak langsung yang memerlukan pemeriksaan lanjutan dan menyeluruh pada kesehatan paru-paru warga.
5. KOMPENSASI YANG TIDAK ADIL DAN MENGHINA AKAL.
Akibat dari ledakan sumur minyak tersebut PT Pertamina memilih memberikan bantuan kepada warga di beberapa RT yang jarak nya paling dekat dengan lokasi Semburan, seperti di RT 04, Rt 06, Rt 02, bantuan yang diberikan kepada para warga hanya berupa minuman air mineral kemasan satu dus ukuran 300 ml, susu kaleng cap beruang dan vitamin B Kompleks selama 3 hari untuk tiap satu rumah.
Menurut kesaksian warga bantuan tersebut dalam pembagiannya tidak merata, seperti bantuan susu dan vitamin, dari jumlah warga di RT 04 sebanyak 166 KK, perusahaan hanya menyediakan 48 kaleng saja, sehingga menimbulkan polemik diantara sesama warga yang menerima dan yang tidak. Warga yang memiliki bayi bahkan bertaruh resiko, karena kecilnya kompensasi ini. Ketidakmerataan bantuan ini merupakan bentuk pengabaian hak- hak korban dan memperlihatkan minimnya transparansi serta akuntabilitas dalam penanganan bencana industri ini. JATAM Kaltim mempertanyakan SOP bantuan dan kompensasi pada saat terjadi insiden dan kejadin dengan skala seperti ini, mulai dari jenis bantuan dan cara pembagiannya yang menghina akal sehat.
ANALISIS HUKUM DAN DESAKAN
JATAM Kaltim menemukan dugaan pelanggaran PT Pertamina dan Kontraktornya, PT PDSI pada UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, pasal 2 ayat (3), Bahwa Pengelolaan lingkungan hidup oleh pertambangan Migas adalah berupa kewajiban untuk melakukan pencegahan dan penanggulangan pencemaran serta pemulihan atas terjadinya kerusakan lingkungan hidup, termasuk kewajiban pascaoperasi pertambangan.”
Dugaan pelanggaran Pasal 72 pada PP Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi yang mewajibkan bagi “Kontraktor yang melaksanakan kegiatan usaha hulu wajib menjamin dan menaati ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja dan pengelolaan lingkungan hidup serta pengembangan masyarakat setempat.”
Begitu juga Permen ESDM Nomor 32 Tahun 2021 tentang Inspeksi Teknis dan Pemeriksaan Keselamatan Instalasi dan Peralatan Pada Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi yang Secara teknis, PDSI melalui kepala tekniknya juga berkewajiban untuk menyampaikan laporan keselamatan migas kepada kepala inspeksi seperti yang telah diatur pada Permen ESDM tersebut. Keseluruhannya PT pertamina dan PT PDSI telah secara konstitusional melanggar hak warga yang sesungguhnya dijamin haknya untuk mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Berdasarkan uraian rilis diatas, maka JATAM Kaltim menuntut dan mendesak; Pencabutan izin usaha pengeboran untuk eksplorasi dan eksploitasi Migas PT Pertamina Unit PHSS Dan Kontraktornya PT PDSI pada sumur LSE-P715 beserta izin kelayakan lingkungan hidup atau AMDAL-nya.
JATAM Kaltim mendesak PT Pertamina unit PHSS dan PT PDSI, membuka kepada publik, buku rekaman log kegiatan harian beserta rekaman CCTV dari pengeboran di Pertamina sampai dengan saat terjadinya blow out. JATAM Kaltim juga mendesak Dirjen Migas, Kementerian ESDM, Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan dan Inspektur Tambang Minyak dan Gas Bumi untuk membentuk tim independen yang melibatkan masyarakat sipil melakukan penyelidikan dan investigasi menyeluruh penyebab kejadian dan memeriksa dugaan pela nggaran SOP, tanggung jawab hukum setiap dugaan kelalaian dan kesalahan para pihak terkait termasuk lamban dan ketiadaan tindakan memadai Pemerintah Pusat, Provinsi dan kabupaten kutai Kartanegara.
Pertamina wajib menyampaikan permintaan maaf kepada publik terutama warga terdampak, memulihkan kerusakan lingkungan dan memberikan kompensasi yang layak kepada masyarakat yang terdampak tidak hanya pada yang terdampak langsung begitu juga warga seluruh kecamatan sanga-sanga yang juga ikut menanggung beban dan resikonya.
Narahubung
1. Dinamisator JATAM Kaltim (Mareta Sari): 0852-5072-9164
2. Divisi Advokasi Dan Hukum JATAM Kaltim (Abdul Azis): 08816598005