*Narasi Tanding Sistem Pemilu Dengan Analisa Tumpukan Janji dan Utang Krisis Sosial Ekologis Menyejarah Di Tubuh Indonesia*
Setiap rezim hasil Pemilu yang bernaung di bawah hegemoni pelaku pasar bebas nampak akan terus setia pada paradigma pertumbuhan ekonomi yang bersandar pada industri ekstraktif, cara mereka memelihara kuasa dan hak-hak istimewa mereka adalah dengan mengendalikan cara berpikir khalayak luas bahwa Pemilu adalah solusi dan jalan keluar. Namun yang penting disorot bukan hal-hal yang diperdebatkan terbuka, tetapi justru hal-hal yang tidak lagi diperdebatkan karena sudah diterima sebagai keniscayaan yakni kesetiaan ketiga pasangan calon peserta Pemilu 2024 kepada instrumen ekonomi pertumbuhan dan ekstraktivisme.
Jika sudah begitu apakah ritual demokrasi seperti Pilkada, Pileg dan Pilpres akan menghindarkan rakyat dari penyusutan ruang dan degradasi kualitas hidup, dehumanisasi, rontoknya tata produksi dan konsumsi hingga konflik dan lenyapnya generasi ?
Kesadaran kritis rakyat juga harus dibangkitkan untuk menghargai apa yang saat ini sudah dikuasai dan dimiliki, karena itu adalah alas dan kapital organik setempat yang harus digunakan untuk mewujudkan jejaring produksi dan konsumsi yang berdaya-pulih. Karena rakyat tidak dapat lagi berharap bahwa negara akan menjamin keselamatan mereka. Rakyat sendiri yang mampu menentukan apakah mereka akan selamat atau harus menyingkir dari ruang hidup mereka.
Karena Pemilu hanya akan kembali menjadi kesempatan menumpuk tunggakan utang-utang sosial ekologis rezim penyelenggara negara yang tak pernah dilunasi, bahkan ditumpuk dengan utang-utang baru, dari uraian sebelumnya bahkan juga terlihat ketidakpedulian para kandidat terhadap utang-utang sosial ekologis dan lebih fokus membodohi para calon pemilih dengan janji-janji manis yang terbukti bangkrut karena terus bersandar pada target pertumbuhan ekonomi dan paradigma ekonomi menetes.