"Studi Kesiangan" Keanekaragaman Hayati Proyek PLTA Kayan Hydropower Nusantara di Ruang Hidup Mentarang - Tubu Kalimantan Utara

2 months ago BY JATAM KALTIM


Samarinda Jumat 21 Feb 2025, Perihal “Permohonan Dukungan Pelaksanaan Kegiatan Studi Keanekaragaman Hayati di Wilayah Upstream” untuk kepentingan Proyek Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) yang ditujukan kepada Warga Terdampak di Mentarang Hulu, Kabupaten Malinau, Provinsi Kalimantan Utara, melalui Surat PT Kayan Hydropower Nusantara (KHN) tertanggal tertanggal 01 Februari 2025 Bernomor MI/KHN-EBS/2025-L0017/DS/dal. Jatam Kaltim dan LBH Samarinda membuka pertanyaan besar untuk apa Studi ini baru dilakukan setelah berbagai daya rusak Mega proyek ini telah berjalan?

Proyek ini dilekati dengan predikat kebijakan Proyek Strategis Nasional (PSN) yang merupakan Joint venture antara Adaro (Alam Tri), Sarawak Energy Berhad dan Kayan Patria Pratama (KPP), yang diklaim strategis dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi, sebagai kebijakan publik yang dikeluarkan pemerintah maka publik memiliki Hak untuk melakukan kontrol dan melakukan pengawasan publik.

Proyek ini PLTA KHN ini akan menghasilkan listrik 1.375 MW dengan klaim tujuan pembangunannya untuk meningkatkan keamanan pasokan listrik ke ibukota baru Indonesia di Kalimantan Timur, selain untuk “kosmetika” kompleks industri hijau di Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara yang juga dipenuhi masalah dan protes karena menggusur kampung dan kehidupan Nelayan setempat. Luas lahan dan kawasan yang akan ditenggelamkan dengan tinggi bendungan mencapai 230meter mencapai 22.604 hektar dari 26.601 hektar yang menjadi keseluruhan dari luas lahan dan kawasan yang akan dicaplok. 

Oleh karena itu kami mempertanyakan hal-hal yang tertuang dalam surat tersebut yakni ;

1.     Permintaan Dukungan untuk Studi “Kesiangan” tentang Keanekaragaman Hayati di Wilayah Upstream adalah tindakan terlambat yang seharusnya diselenggarakan jauh didepan sebelum proyek ini berlangsung tidak dilakukan justru setelah sejumlah kegiatan mulai dari Groundbreaking, Land Clearing penebangan hutan, Pembangunan 

Infrastruktur proyek seperti jalan, proyek terowongan bendungan pengalih/pengelak, bahkan pemindahan/relokasi yang telah gagal kepada dan telah menggusur warga asli Punan di Desa Seboyo dilakukan

Untuk yang terakhir, pemindahan pemukiman/relokasi di Desa Harapan Maju yang gagal ini telah memperpanjang kesengsaraan warga asli Punan, menunjukan bagaimana studi-studi semacam ini dilakukan serampangan, pemulihan kehidupan yang dijanjikan menjadi kegagalan beruntun, kini subsidi listrik dan air berhenti, disusul lahan pertanian yang tidak menghasilkan karena kondisi lahan dan sistem perairan yang buruk serta dipaksakan. Program ini justru adalah pencipta Pemiskinan warga Punan, setelah direnggut ruang hidup dan hutannya. 

2.     Menilai peran Kabupaten Malinau sebagai Kabupaten yang mendeklarasikan dirinya sebagai kabupaten Konservasi diikuti oleh bobot sekitar 2.923 Ha dari Proyek ini berada di hutan lindung dan 243 ha lainnya berada pada bentang Heart of Borneo atau Jantung Borneo yang bernilai ekologis tinggi dan merupakan warisan dunia ini menampilkan tidak adanya Transparansi dan Partisipasi Bermakna Publik didalam prosesnya. 

Segala rencana gangguan atas Jantung Borneo musti diketahui publik dan diumumkan secara luas dalam skala Nasional dan skala Kepulauan Borneo, kepada pihak-pihak negara lain yang ikut dalam inisiatif ini yakni Pemerintah Malaysia dan Pemerintah Brunei Darussalam, bukan diperkecil dengan cara menyelenggarakan studi berkesan diam-diam, dipersempit dengan membatasi jumlah perwakilan dan disembunyikan seperti yang berlangsung saat ini. 

Ketiga pemerintahan negara-negara ini juga adalah anggota dan terikat dalam konvensi perserikatan bangsa-bangsa tentang biodiversitas (Convention of Biodiversity) dan United Nations on Declaration on the Rights of Indigenous Peoples (UNDRIP) yang mengikat segala bentuk Jaminan Transparansi dan Partisipasi meluas atas ancaman keanekaragaman hayati dan eksistensi masyarakat asli termasuk yang berada di jantung Borneo.       

3.     Sebaliknya Proyek PLTA yang diprakarsai oleh PT. KHN ini justruk tidak hanya akan menenggelamkan ruang hidup dan ruang jelajah dimana warga Punan bergantung dengan menjalani hidup ribuan tahun namun juga akan mengancam dan membenamkan kekayaan Keanekaragaman hayati warisan dunia pada bentang wilayah ini, studi dengan motivasi dan dilatari oleh proyek PLTA tidak mungkin berdampingan dan beriringan

4.     Kami mempertanyakan desain studi dan survey ini? Apakah desainnya memadai untuk menangkap pentingnya kekayaan keanekaragaman hayati jika ternyata termaktub dalam undangan ini bahwa studinya tidak melibatkan seluruh masyarakat di desa dan kampung Masyarakat Punan yang terdampak. 

Dari daftar List Undangan studi, surat hanya mengundang Masyarakat Rian Tubu, padahal jangkauan dampak dari proyek ini amat luas dan resiko proyek akan menimpa masyarakat hingga ke hilir Sungai, baik kepada sebanyak 27 komunitas masyarakat adat (KMA), bahkan kepada masyarakat yang bukan berpredikat sebagai masyarakat hukum adat yang ada di Kota Malinau secara umum yang juga akan menerima dampaknya. Bagaimana partisipasi mereka sesungguhnya? bagaimana desain riset bagi masyarakat Rian Tubu yang tidak tinggal diwilayah itu tapi memiliki relasi atas wilayah tersebut ?

5.     Lalu apa sesungguhnya tujuan Studi ini? Apakah jika diteruskan dan ditemukan sejumlah temuan genting tentang pentingnya perlindungan kekayaan keanekaragaman hayati maka apakah studi dapat menunda proyek perusakan bentang alam demi PLTA ini? Lalu untuk apa sebenarnya studi ini jika tidak berdampak dan tidak akan mengkoreksi proyek PLTA? 

Jika tidak terjawab, maka makin terang benderang dan genaplah jawaban atas dugaan publik bahwa studi “kesiangan” ini tidak lebih dari operasi manipulasi partisipasi publik belaka hingga justru membahayakan keanekaragaman hayati dan keselamatan masyarakat asli.